Senin, 25 Maret 2013

PENDIDIKAN



Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat

Filosofi pendidikan
Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran.
Bagi sebagian orang, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal. Seperti kata Mark Twain "Saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya."
Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam, sering kali lebih mendalam dari yang disadari mereka, walaupun pengajaran anggota Keluarga berjalan secara tidak resmi.

Hubungan Ilmu, Iman, dan Amal



Tentang hubungan antara iman dan amal, demikian sabdanya,
“Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman”…. [HR. Ath-Thabrani] kemudian dijelaskannya pula bahwa, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”…. [HR. Ibnu Majah dari Anas, HR. Al Baihaqi] Selanjutnya, suatu ketika seorang sahabatnya, Imran, berkata bahwasanya ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, amalan-amalan apakah yang seharusnya dilakukan orang-orang?". Beliau Saw. menjawab: "Masing-masing dimudahkan kepada suatu yang diciptakan untuknya"…. [HR. Bukhari] “Barangsiapa mengamalkan apa yang diketahuinya, niscaya Allah mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.”…. [HR. Abu Na’im] ”Ilmu itu ada dua, yaitu ilmu lisan, itulah hujjah Allah Ta’ala atas makhlukNya, dan ilmu yang di dalam qalb, itulah ilmu yang bermanfaat.” …. [HR. At Tirmidzi] ”Seseorang itu tidak menjadi ‘alim (ber-ilmu) sehingga ia mengamalkan ilmunya.” …. [HR. Ibnu Hibban]
Sekali peristiwa datanglah seorang sahabat kepada Nabi Saw. dengan mengajukan pertanyaan:
”Wahai Rasulullah, apakah amalan yang lebih utama ?” Jawab Rasulullah Saw.: “Ilmu Pengetahuan tentang Allah ! ” Sahabat itu bertanya pula “Ilmu apa yang Nabi maksudkan ?”. Jawab Nabi Saw.: ”Ilmu Pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa Ta’ala ! ” Sahabat itu rupanya menyangka Rasulullah Saw salah tangkap, ditegaskan lagi “Wahai Rasulullah, kami bertanya tentang amalan, sedang Engkau menjawab tentang Ilmu !” Jawab Nabi Saw. pula “Sesungguhnya sedikit amalan akan berfaedah bila disertai dengan ilmu tentang Allah, dan banyak amalan tidak akan bermanfaat bila disertai kejahilan tentang Allah”[HR. Ibnu Abdil Birr dari Anas]

SISTEM HUKUM ADAT


Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran. Begitupun hukum adat. Sistem hukum adat bersendi atas dasar-dasar alam pikiran bangsa Indonesia, yang tidak sama dengan alam pikiran yang menguasai sistem hukum Barat. Untuk dapat sadar akan sistem hukum adat, orang harus menyelami dasar-dasar alam pikiran yang hidup di dalam masyarakat Indonesia. Dalam bukunya : Het adatrecht van Ned Indie, yang sungguh merupakan standaardwerk tentang ilmu hukum adat, Van Vollenhoven melukiskan susunan hukum adat adat pada tiap-tiap lingkaran hukum adat (adatrechtskring) di seluruh kepulauan Indonesia. Dalam tulisan itu Van Vollenhoven menggunakan metode dan istilah-istilah hukum yang lazim dipakai dalam sistem hukum Barat. Ter Haar, murid utama dari Van Vollenhoven, menguraikan dalam bukunya : Beginselen en Stelsel van het Adatrecht bagaimana sifat dasar-dasar hukum dan bagaimana bentuk sistem hukum yang merupakan latar belakang dari segala lembaga-lembaga, dari bermacam-macam hubungan hukum serta bermacam-macam perbuatan hukum di dalam lingkungan hukum adat.
Antara sistem hukum adat dan sistem hukum Barat, terdapat perbedaan fundamental misalnya :
a.       Hukum barat mengenal zakelijke rechten dan persoonlijke rechten. Yaitu yang berlaku terhadap tiap-tiap orang. Persoonlijk recht adalah hak orang seseorang atas sesuatu objek yang hanya berlaku terhadap sesuatu orang lain yang tertentu.
Hukum adat tidak mengenal pembagian hak-hak dalam dua golongan seperti yang tersebut diatas.
Perlindungan hak-hak menurut sistem hukum adat adalah di tangan hakim. Di dalam persengketaan di muka pengadilan, hakim menimbang berat-ringanya kepentingan-kepentingan hukum yang saling bertentangan. Misalnya apabila seseorang bukan pemilik sawah menjual lepas sawah itu kepada orang yang bersangka baik (te goeder trouw) dan kemudian pemilik sawah menuntut supaya sawah itu dikembalikan kepadanya, maka hakim akan menimbang kepentingannya siapa yang lebih berat di dalam perkara konkret yang diadili itu, kepentingan pemilik atau kepentingan pembeli yang bersangka baik.
b.      Hukum Barat mengenal perbedaan antara publiek recht (hukum umum) dan privaatrecht (hukum privat). Hukum adat tidak mengenal perbedaan demikian, atau jika hendak mengadakan perbedaan antara peraturan-peraturan hukum adat yang bersifat publikdan peraturan-peraturan yang hanya mengenai lapangan privat, maka batas-batas antara kedua lapangan itu di dalam hukum adat adalah berlainan dari batas-batas antara lapangan publik dan lapangan privaatrecht pada hukum Barat.
c.       Pelanggaran-pelanggaran hukum menurut sistem hukum Barat dibagi-bagi dalam golongan pelanggaran yang bersifat pidana dan harus diperiksa oleh hakim pidana (strafrechter). Dan pelanggaran-pelanggaran yang hanya mempunyai akibat dalam lapangan perdata itu, sehingga pelanggaran-pelanggaran itu harus diadili oleh hakim perdata.
Hukum adat tidak mengenal perbedaan demikian. Tiap-tiap pelanggaran hukum adat membutuhkan pembetulan hukum kembali dan hakim (kepala adat) memutuskan supaya adat (adatreactie) apa yang harus digunakan untuk membetulkan hukum yang dilanggar itu. Metode yang dipakai oleh Van Vollenhoven untuk melukiskan hukum adat, ialah :
“pertama, diuraikan bentuk susunan persekutuan-persekutuan hukum di lapangan rakyat, yaitu organisasi desa, hagari, huta, kuria, marga, dan sebagainya, selanjutnya ditinjau hukum famili, hukum perkawinan dan hukum waris, diikuti oleh lukisan hukum tanah dan air. Sesudah itu diuraikan hukum harta benda lain dari pada tanah dan air (hukum hutang piutang) dan pada akhirnya dilukiskan hukum pelanggaran (hukum adat delik).
Juga Ter Haar mengemukakan lukisan dasar-dasar susunan rakyat (volks-ordening), setelah itu dilukiskan dasar-dasar hukum dari sistem hukum tanah serta sistem perbuatan-perbuatan hukum yang menyangkut tanah, selanjutnya dikupas dasar-dasar hukum hutang piutang, diikuti oleh tinjauan dasar-dasar hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dasar-dasar hukum famili, hukum perlanggaran. Metode Van Vollenhoven dan Ter Haar ini adalah sungguh tepat untuk menunjukkan bentuk dan sifat-sifat tersendiri dari sistem hukum adat.